Senin, 07 Januari 2013

TOP DOWN? BOTTOM UP?



Saya selalu bertanya-tanya..
Kenapa mahasiswa lebih identik dengan pergerakan top down?

(katanya) aksi turun kejalan itu merupakan pencerminan keintelektualitasan pergerakan mahasiswa
(katanya) dengan mengadakan aksi turun kejalan kita bisa mencerdaskan masyarakat

Maaf.. Saya sangat berbeda pendapat untuk yang satu ini..

Menurut saya…

Oke.. Saya akui memang aksi turun kejalan juga merupakan salah satu cara untuk mengontrol pemerintah..  kalo gak ada yang nebeng kepentingan *upss
Tapi apa yang terjadi sekarang. Mahasiswa cenderung terlalu bersikap anti pada aktivitas pemerintah. Terlalu tidak percaya akan kinerja pemerintah (ya yang memang kurang bisa dipertanggungjawabkan)
Terlalu kritis tapi kurang membangun

Mahasiswa merupakan penyalur apsirasi rakyat.. yakin?
Sebelum semua pada aksi.
Ada acara diskusi sama masyarakat tentang sisi negatif dan positif suatu permasalahan itu?
Iya musyawarah. Sesema mahasiswa yang sama-sama selalu berprasangka buruk terhadap suatu hal -_-
Bahkan terkadang aksi turun kejalan itu berakhir tanpa solusi karena adanya percikan emosi lokal
Solusi yang diberikan mahasiswa hanya bertitik pada aksi (kadang) tanpa konstribusi

Mencerdaskan masyarakat? Masyarakat yang mana?
Pernah kita bertanya pada rakyat apa yang benar-benar rakyat inginkan?
Buat apa kita turun kejalan sampai sebegitu anarkisnya sedangkan sekarang masyarakat yang ingin dicerdaskan sudah bersahabat dengan media? Sekarang bukan zaman orde baru yang semua media digerakkan oleh pemerintah. Sekarang era reformasi. Masyarakat dengan tingkat pendidikan menengah keatas sudah cerdas (bahkan mungkin lebih cerdas dari mahasiswa itu sendiri)
Masyarakat yang harusnya dicerdaskan itu seharusnya masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah. Kalo mau demo sono noh didaerah perbatasan -_-

Gerakan top down memang penting asal tidak kehilangan sisi idealisme yang ada. Namun sekarang keadaan bangsa semakin tidak menentu. Masyarakat membutuhkan mahasiswa. Membutuhkan kita secara nyata. Bukan menjadi tameng tapi berjuang bersama. Oleh karena itu, pergerakkan bottom up sangat perlu. Mahasiswa jangan hanya memandang keatas, melainkan turun merakyat membenahi persoalan.

Saat zaman Presiden Soeharto, rakyat hidup makmur. Walaupun para pemimpin memperkaya dirinya sendiri. Rakyat masih bisa hidup dengan baik. Kemudian mahasiswa melakukan pergerakkan yang sangat membanggakan itu (serius. saya bangga jadi mahasiswa karena ini). Menggulingkan masa orde baru ke masa reformasi. Tapi sayang harapan hanya harapan. Bahkan setelah itu ada Presiden yang menjual aset negara bukan hanya untuk kepentingan negara namun juga untuk kepentingan pribadi (unbelivable).
Sekarang banyak para pemimpin yang bukan hanya memperkaya diri sendiri. Apa bedanya sama masa dulu? BEDA.! Sekarang rakyat sudah kehabisan nafas untuk bertahan hidup. Sekarang rakyat yang miskin makin miskin dan yang kaya jadi miskin.
Penah rakyat protes sama kita atas apa semua tindakkan kita? Rakyat memahami kita. Berusahalah memahami rakyat.! Jangan mau pergerakkan yang terjadi karena terseret arus perpolitikan. Kita yang harus menentukan jalan pergerakkan kita dan politiklah yang mengikuti arus kita.

Tapi sebodo amat sama yang namanya politik. Balas jasa para rakyat yang secara tidak langsung turut membantu biaya pendidikan kita. Berani beda. Biar aja mereka yang lain lebih memilih pergerakkan top down. Toh semua hal itu datangnya dari nurani.
Dan hati nurani saya berkata “rakyat butuh konstribusi saya secara nyata. dari hal kecil untuk merubah sesuatu yang besar”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar