Rabu, 13 Juni 2012

CERPEN (AKU CINTA KAMU...)

AKU CINTA KAMU…

Sabtu sore di Surabaya, mendung kelam kelabu. Seorang gadis remaja berjalan dengan wajah yang muram di perkampungan kumuh dekat rel kereta api. Gadis itu adalah Metha. Metha merupakan anak tunggal yang ditinggal orangtuanya pindah tugas ke Bali. Awalnya orangtuanya memaksa agar Metha mau ikut pindah, tapi ia ngambek sejadi-jadinya. Orangtuanya pun menyerah dan membiarkannya tetap di Surabaya. Walaupun begitu, dia tidak sendirian, dia bersama Bi Siti, pembantu yang sudah mengasuhnya sejak kecil. Terlebih ada Rio yang selalu menjaganya, orangtua Rio dan orangtuanya sangat akrab sehingga mereka tidak begitu khawatir meninggakan Metha .
Saat Metha sedang berjalan, tiba-tiba ada yang memanggilnya.
“Metha.. Ngapain kamu disini?” tanya orang itu
“Ehh Citra. Aku kira siapa. Aku? Aku mau pulang..” jawab Metha dan mereka pun berjalan beriringan
Citra merupakan teman sekelasnya yang bisa bersekolah dengan mengandalkan beasiswa karena berasal dari keluarga yang pas-pasan. Ia bukan sahabat Metha tapi mereka berteman akrab. Citra memang tinggal disekitar sini, jadi wajar saja kalau mereka bertemu.
“Bukannya kita tadi pulang cepat. Kok kamu baru pulang. Ehmm.. Kamu jalan kaki?” tebak Citra, langkahnya terhenti
“Iya. Sekalian olahraga” kata Metha tersenyum dan terus berjalan
“Wow.. Susah dipercaya” ujar Citra seraya mengejar Metha
“Biasa aja lagi. By the way, jauh juga ya. Capek.. hehehee”
“Bukan gitu Tha. Aku yang naik sepeda aja capek, apalagi jalan kaki. Dari sekolah kesini 11 blok. Kalo ke rumah kamu, kira-kira 18 blok.  Biasanya kamu bareng sama Katam, mana dia?”
“Katam?” tanyanya bingung
“Iya Katam. Kakak Tampan. Itu lo Kak Hapriyo Putra Mahendri”
“Oalah.. Rio. Tadikan kita pulang cepet, jadi ya gak bareng. Kenapa? Naksir ya?” goda Metha
Tanpa sepengetahuan Metha, anak kelas X menjulukin Rio sebagai Katam (Kakak Tampan), bahkan anak kelas XI dan XII juga memberinya gelaran-gelaran lain. Rio merupakan idola sekolah. Wajar saja, karena selain tampan, dia juga sopan, pintar dan jago basket.
“Ya enggaklah. Kalian itu jodoh tau” ujar Citra dengan pandangan menerawang
Wajah Metha memerah. “Hahahaa.. Kamu pake ajian apa sampai tau kami ini jodoh”
“Inisial nama. Kamu Methalita Putri Hutama - MPH, dia HPM. Tinggal dibolak-balik aja. Lucu bangetkan?”
“Ada-ada aja kamu ya. Kayaknya aku harus buru-buru deh, mau hujan”
Kemudian mereka berpisah di perempatan jalan. Sebenarnya Citra bersedia mengantar Metha pulang dengan sepedanya, hanya saja Metha tidak mau. Dia kasihan melihat temannya itu. Setiap hari harus mengayuh sepeda pulang pergi sekolah dan masih harus membantu orangtuanya bekerja sepulang sekolah. Citra selalu terlihat bahagia dan menikmati hidupnya. Berbanding terbalik dengan dia yang manja dan tukang ngambek. Itu yang selalu dikatakan Rio kalau dia sudah mulai manja kronis dan ngambek akut.
Gerimis, Metha mempercepat langkahnya. Tapi tiba-tiba pikirannya melayang entah kemana dan kakinya mulai melambat. Hatinya perih, dadanya nyilu, membuat ia susah bernafas. Ingin menangis tapi sulit… Hujan pun turun dengan derasnya.
Metha sampai di rumah, tentu saja dengan keadaan basah kuyup. Dia berusaha sekuat tenaga agar bisa segera ke kamar.
“Mba Metha kok iso keudanan se?” ujar Bi Siti dengan logat jawa yang kental
Metha hanya memjawab pertanyaan itu dengan senyuman dan terus saja berjalan ke kamarnya yang ada di lantai dua, padahal dia tau bahwa Bi Siti sangat mengkhawatirkannya. Dia sudah tidak sanggup untuk berkata-kata lagi.
Setelah mandi dan berganti baju, ia segera membaringkan tubuhnya. Pikirannya kembali melayang. Air matanya mulai membasahi pipi tanpa ia tau apa penyebabnya. Semuanya berkecamuk didalam hati.

***

Sabtu pagi, seperti biasa, Rio menjemput Metha untuk berangkat ke sekolah.
“Metha.! Kamu lelet banget sih. Udah gak usah dandan, kamu gak bakalan berubah jadi cantik” kata Rio berteriak dan tertawa
“Cerewet.! Jelek.! Kamu tuh yang kepagian” sahut Metha, keluar dari rumah dengan terburu-buru sambil membawa roti
“Dasar siput.!” ejek Rio seraya merampas sepotong roti Metha dan menghidupkan mobil, bergegas menjalankannya
“Nyebelin.!” gerutu Metha
Seperti yang sebelum-sebelumnya, Rio hanya bercerita tentang dirinya sendiri, dan seperti biasanya juga Metha enggan untuk mendengarkan. Walaupun dia merasa ada yang janggal. Tiba-tiba mobil Rio berhenti.
“Kenapa mogok ya? Kehabisan bensin? Ato bannya bocor? Aduh.. gimana ini?” ujar Metha kalang kabut
“Princess Snail. Dari tadi aku ngoceh sampai berbusa, kamu gak dengerin?”
“Biasanya juga gitukan? Paling-paling kamu cerita tentang cewek-cewekmu yang seabrek itu” kata Metha sok tau
“Aku sudah sering bilang, mereka bukan pacarku...”
“Ok. Gebetan..”
“Aku yang gebetan mereka” ujar Rio cekikikan. “Aku mau pindah September besok”
“Oh ya? Cepet-cepet deh. Aku males liat kamu terus” ucap Metha cuek
Mereka pun sampai di sekolah, SMA KOMPLEK Surabaya dan berpencar menuju kelas masing-masing. Rio menuju lorong kelas XI, sedangkan Metha menuju lorong kelas X. Tapi setelah bel istirahat pertama, ada pengumuman bahwa seluruh murid kelas X dipulangkan. Metha pun bergegas untuk pulang. Ternyata Rio sudah menunggu di gerbang.
“Pulang naik apa Princess Snail?”
“Naik elang”
“Busett…”
“Masalah buat lo?”
“Hahahaa… Nanti malam aku jemput ya”
“Mau kemana?”
“Kasih tau gak yaaa” goda Rio
Rio langsung pergi menjauh sambil tersenyum manis. Manis sekali, membuat Metha hampir meleleh dicuaca semendung ini. Wajahnya pun memerah, darahnya seperti berhenti mengalir, jantungnya berdetak kencang. Ingin rasanya memanggil Rio dan mengatakan bahwa… Tapi sudahlah. Lupakan…
***
Metha terbangun dari tidurnya, dengan mata yang sembab dan bengkak serta rambut yang acak-acakan.  Ia segera meraih HPnya yang sejak kemarin tersilent.
 “Rio. Mama. Papa. Rio. Rio. Rio……… Rio kurang kerjaan. Miscall segini banyak”
Metha keluar kamar, tentu saja setelah dia selesai mandi. Rasa lapar yang dia rasa mengalahkan rasa malasnya.
“Mba. Ini ada titipan dari Mas Rio. Katanya....” ujar Bi Siti belum selesai bicara
“Rio kesini? Kapan?” tanya Metha bingung dan segera mengambil titipan yang dimaksud, diatas meja, didekat kalender
 “Kapan Rio kesini Bi?” tanyanya dengan suara yang bergetar
“Tadi malam Mba. Katanya Mas Rio mau….”
Metha bergegas menuju kamarnya dan mengambil kunci mobil. Dia menuju rumah Rio. Rumahnya sepi, sepi sekali. Metha mencoba menghubungi HP Rio tapi tidak aktif. Metha terduduk didepan pagar.
“Bodohnya kamu Tha. Tadi malam itu harusnya kamu bilang kalo kamu…” gumam Metha
Metha mencoba menghubungi Rio lagi. Nyambung…
“Kenapa Tha?” ujar Rio. Suaranya halus. Membuat Metha seperti terbang ke angkasa
“Rio.. Maafin aku ya. Aku…” suara Metha bergetar
“Iya. Gak papa. Gimana bonekanya? Bee.. Kamu sukakan?”
“Sukalah. Aku kan emang suka banget sama Bee..” padahal dia belum tau apa yang dihadiahkan Rio padanya. Keburu kabur kerumah Rio.
“Aku mau pindah ke Jogja. Nanti kalo kamu kangen aku, main kesini ya..”
“Kalo kamu yang kangen? Kamu yang kesini?”
“Kalo aku yang kangen trus aku yang kesana. Tiap hari aku kesana. Bangkrut papa mamaku”
“Papa mamaku juga bisa bangkrut kalo pas aku kangen kamu aku harus ke Jogja”
“Itulah gunanya Bee..” suara Rio terasa dekat

Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.

“Maaf mba. Kami sekeluarga mau pindah ke Jogja..” suara itu cekikikan
“RIO….!!!!”
“Aku cinta kamu, Tha..” suaranya kembali menghalus

Semua terasa damai. Air mata keduanya pun mengalir lembut. Selembut pelukan Rio pada Metha..

By: Melina Varian (3 Maret 2012)